Berdasarkan UU No. 10/1995 dalam (http://www.ekon.go.id/v2/content/view/257/25/) tentang Usaha Kecil, yaitu (i) Suatu badan usaha milik warga negara Indonesia baik perorangan, tidak berbadan hukum maupun berbadan hukum yang memiliki kekayaan bersih tidak termasuk tanah dan bangunan sebanyak-banyaknya Rp. 200 juta atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1 milyar; (ii) Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar.
Sesungguhnya telah banyak upaya dilakukan untuk meningkatkan keberdayaan usaha berskala kecil dan menengah (UKM) di berbagai daerah. Pemerintah bahkan telah berkali-kali mengeluarkan berbagai paket kebijakan dan program bantuan bantuan untuk memfasilitasi pengembangan UKM. Namun, fakta di lapangan menunjukan bahwa perkembangan UKM ternyata masih tersendat – sendat. Bahkan, tak sedikit sektor industri kecil yang collaps karena tak kuat bersaing dengan pelaku ekonomi lain yang telah mapan. Atau, mereka rugi akibat berbagai kebijakan industrial yang condong menguntungkan industri berskala besar.
Masih merebaknya berbagai praktik monopoli dan proteksi impor, misalnya, sering mengakibatkan UKM tidak mampu berkembang secara baik. Dalam banyak kesempatan, UKM terkadang hanya beroperasi secara subsisten. Selain itu, sering ditemui usaha berskala kecil terancam gulung tikar karena kehabisan modal. Juga karena teknologi pendukung yang tidak dimiliki dan dikuasai, kualitas produksi yang rendah, tidak ada standarisasi serta terbatasnya pemasaran dan kemampuan finansial (http://www.diskopjatim.go.id).
Menurut Menteri Negara Riset dan Teknologi tahun 2001, Ir. M. Hatta Rajasa dalam Lokakarya Kebijakan Pengembangan UKM, peran UKM dalam pembangunan perekonomian sangat besar. Keberadaan UKM/IKM yang tersebar merata di daerah-daerah (2,7 juta atau 99,8% dari total industri nasional) merupakan kegiatan ekonomi yang berbasis kerakyatan. Dalam upaya meningkatkan produktivitas dan daya saing UKM/IKM diyakini pentingnya peran teknologi, yang sudah diketahui sejak lama. Perubahan atau pengembangan teknologi yang bersifat tacit dan cumulative, spesifik sektoral dan path-dependent diakui sebagai pendorong tumbuhnya kegiatan ekonomi. Perubahan tingkat kemampuan teknologi tidak berlangsung otomatis tapi melalui proses pembelajaran yang berkesinambungan, sementara polanya bergantung pada sektor industri dan memiliki technological trajectory yang khas pula. UKM pada umumnya tidak melakukan investasi (dana, SDM, waktu) untuk kegiatan inovasi dan litbang, sehingga peran dan konstelasi kelembagaan yang mampu memfasilitasi proses pembelajaran teknologi tersebut menjadi sangat penting dalam suatu sistem industri di daerah tertentu.
Rabu, 05 September 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar